Selasa, 09 Agustus 2016

Makalah Analisis Ssemiotika

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Sastra adalah kegiatan kreatif manusia yang dijelmakan dalam medium bahasa. Membicarakan puisi berarti membicarakan kebahasaan puisi. Puisi sebagai salah satu karya sastra dapat dianalisis dari bermacam-macam aspeknya. Puisi adalah bagian dari karya sastra. Membicarakan puisi berarti membicarakan bahasa dalam puisi. Puisi merupakan karya estetis yang memanfaatkan sarana bahasa yang khas Suminto (dalam Diah Eka, 2016: 01). Setiap pengarang menulis puisi berdasarkan ekspresi perasaannya sehingga bahasa yang digunakan bisa dimaknai berbeda. Setiap puisi yang dibuat oleh penyairtentu memiliki makna dan arti di dalamnya yang tidak diketahui secara implisit. Puisi adalah bentuk kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dengan menggunakan bahasa pilihan. Puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan dan merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. 

Apresiasi puisi tidak mungkin hanya terpaut pada kajian intrinsik semata tetapi harus mencakup pada keseluruhan unsur tanda (bentuk), isi, dan konteks, yang dapat membawa pembaca pada pemahaman secara menyeluruh tentang puisi itu menjadi hal yang sangat penting.

Sastra adalah kegiatan kreatif manusia yang dijelmakan dalam medium bahasa. Membicarakan puisi berarti membicarakan kebahasaan puisi. Puisi sebagai salah satu karya sastra dapat dianalisis dari bermacam-macam aspeknya. Analisis menggunakan pendekatan semiotik dengan tujuan memahami makna yang terkandung dalam puisi. Menganalisis puisi adalah usaha menangkap dan memberi makna pada teks puisi. Sastra biasa diartikan sebagai teks dengan bahasa yang estetik dan isi yang baik. Bahasa yang estetik artinya bisa menimbulkan kesan dan menghibur pembacanya. Isi yang baik artinya bermanfaat yang berarti mengandung nilai moral.

Analisis menggunakan pendekatan semiotik dengan tujuan memahami makna yang terkandung dalam puisi. Menganalisis puisi adalah usaha menangkap dan memberi makna pada teks puisi. Sastra biasa diartikan sebagai teks dengan bahasa yang estetik dan isi yang baik. Bahasa yang estetik artinya bisa menimbulkan kesan dan menghibur pembacanya. Isi yang baik artinya bermanfaat yang berarti mengandung nilai moral.

1.2. RUMUSAN MASALAH
  • Bagaimana yang dimaksud dengan kajian puisi dengan pendekatan semiotika?
  • Apa yang dimaksud dengan tanda dalam kajian semiotik?
  • Apa perbedaan pendekatan semiotik dan non semiotik?
1.3. TUJUAN 
  • Untuk mengetahui kajian semiotik dalam puisi
  • Untuk mengenal berbagai tanda (kode) dalam kajian semiotik.
  • Untuk mengetahui perbedaan kajian semiotik dan nonsemiotik. 

BAB II
PEMBAHASAN


2.1. HAKIKAT KAJIAN SEMIOTIKA DALAM PUISI
Sebuah puisi seperti juga karya- karya sastra lainnya merupakan rekaman semua sisi dan pranata kehidupan manusia. Puisi merupakan tanda yaitu symbol- symbol bahasa yang ditata sedemikian rupa. Namun demikian, tanda dalam puisi tidak berarti sama dan sebangun dengan tanda dalam karya- karya lain seperti prosa dan karya ilmiah. Dalam keunikannya tanda dalam puisi memuat sejumlah makna (tersurat, tersorot, dan tersirat), sejumlah rasa, imaginasi, sensasi, dan lainnya (Ambarita, 2009: 132).

Di samping tanda, puisi juga ditopang oleh sejumlah konteks (situasi, budaya, dan ideology). Puisi tidak ditulis dalam kekosongan budaya tetapi lahir dalam latar belakang sejarah (sastra) yang panjang dan dalam latar belakang social yang kompleks. Jika symbol- symbol dalam puisi dihubungkan konteks yang melatarbelakanginya, lahirlah makna puisi. Selanjutnya, bahasa yang fungsional dalam konteks itu akan membentuk sebuah wacana yaitu wacana puisi. Bahasa, makna (arti), dan konteks yang membangun puisi itu membentuk sebuah system yaitu system semiotik. 

Pendekatan sastra yaitu puisi dengan mengambil aspek tanda (struktur), arti, dan konteks sebagai sudut pandangnya, dalam sastra dikenal sebagai pendekatan semiotik. Pendekatan ini dilandasi oleh pemikuran bahwa sisi kehidupan manusia dianggap sebagai system tanda (Junus, 1984: 17). Tiap tanda itu mewakili konsep tertentu dan selanjutnya tiap konsep itu membangun makna tertentu pula. Tanda itu tidak muncul begitu saja, tetapi dilatarbelakangi oleh sejumlah konteks (situasi, budaya, dan ideology). Dengan pendekatan seperti itu, sebuah puisi tidak hanya dilihat dari segi strukturnya saja tetapi akan dilihat sebagai sebuah system yang komponen- komponennya bersama- sama membangun sebuah makna.

Dengan memahami bahwa puisi adalah tanda (symbol) yang dalam konteks tertentu difungsikan untuk menyampaikan pandangan penyair tentang pranata dan fenomena hidup manusia, masih sangat diperlukan penelitian yang lebih mendalam.

2.2. SEJARAH KAJIAN SEMIOTIKA 
Pada abad masehi, istilah semiotika pertama kali digunakan oleh John Locke pada tahun 1632- 1704 dalam tulisannya yang diberi judul Essay Concering Human Understanding. Secara etimologis kata Semiotika berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Sejarah menyebutkan semiotika telah digunakan untuk prognosis dan diagnosis suatu penyakit. Plato (228- 348 SM) juga megungkapkan pengertian semiotika dalam karyanya Cratylus, sedangkan Aristoteles (384- 322 SM) berjudul Poetics dan On Interpretation. Jelaslah bahwa semiotika sudah ada pada masa sebelum masehi (Anggie, 2013: 29).

Semiotik memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure dan Charles Shander Peirche. Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika dalam bidang yang berbeda secara terpisah. Saussure di Eropa dan Peirche di Amerika. Latar belakang keilmuan Saussure yaitu linguistic dan Peirce dikenal sebagai ahli Filsafat. Menurut Saussure ilmu yang dikembangkannya tersebut disebut Semiologi yang juga disebut semiotic tersebut ialah Ilmu yang secara sistematik mempelajari tanda- tanda dan lambang, sistem- sistem lambang dan proses- proses perlambangan. Sedangkan Peirce menyebutnya Semiotics yang kemudian hal ini berganti- ganti dipergunakan dengan pengertian yang sama. Di Perancis dipergunakan nama semiologi dan Amerika lebih banyak dipakai nama semi- otik (Pradopo, 2005: 119).

Inti dari kontribusi semiotik Saussure adalah rancangan bagi teori umum tentang sistem tanda yang disebut semiologi. Semiologi akan menunjukkan apakah yang mendasari tanda- tanda itu, apakah aturan- aturan atau hokum yang mengaturnya. Menurut Saussure tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya selembar kertas. Dimana ada tanda disana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap oleh indera kita yang disebut signifier bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya disebut signified,bidang petanda atau konsep atau makna. Sedangkan menurut Peirce, tanda (representamen) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas- batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh Peirce disebut objek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. 

2.3. Puisi dalam Perspektif Semiotika
Istilah “semiotik” pada mulanya muncul sebagai salah satu bentuk kajian bahasa dengan mengambil bentuk dan arti sebagai landasannya. Dalam teori semiotik, ada dua elemen dasar yang harus diperhatikan dalam kajian bahasa yaitu arti dan bentuk; arti direalisasikan melalui bentuk atau bentuk merupakan alat untuk mengekspresikan arti (Ambarita, 2009: 136).

Puisi sebagai sebuah wacana juga merupakan sebuah sistem semiotik. Ada unsur arti (discourse) dan ada unsur bentuk (teks). Arti puisi direalisasikan dengan bentuk yaitu simbol- simbol atau kode yang dapat berupa fonem, kata, frasa, klausa, kalimat, atau pengulangan simbol- simbol dan tanda tertentu. 

Dalam kajian sastra, pendekatan semiotik merupakan perkembangan lebih lanjut dari pendekatan strukturalisme (Junus, 1994: 17). Pendekatan ini lahir sebagai bagian dari keseluruhan pemikiran kaum strukturalis Scholes (dalam Ambarita, 2009: 136). Ini berarti pendekatan semiotic telah dengan sendirinya mengandung muatan pendekatan strukturalisme. 

Dalam operasionalnya yang lebih luas, semiotik mempelajari keseluruhan kegiatan manusia yang dapat dianggap sebagai tanda. Argumentasi yang mendasari bahwa perbuatan manusia itu dinyatakan dalam sistem tanda (Junus, 1987: 74). Dengan demikian, dalam kajian sastra, semiotik lebih memusatkan perhatian pada simbol- simbol tanda yang ada pada wacana berikut dengan sistem yang ada pada sastra tersebut termasuk puisi. Melalui kajian semiotik seperti itu kaum semiotik berusaha mendekati dan mempersepsi kandungan (makna) yang ada dalam setiap wacana puisi.

Ada banyak sistem tanda dalam suatu karya sastra. Tiga diantaranya menurut Pierce dalam Suhada (1987: 35) yaitu “ikon, indeks, dan simbol”. 
  • Ikon yaitu suatu tanda yang menggunakan kesamaan atau ciri- ciri bersama dengan apa yang dimaksud. Contoh foto atau gambar seseorang merupakan ikon karena menggambarkan keadaan yang sebenarnya (sama) sesuai dengan apa yang dimaksudkan. “ Dalam karya puisi, bentuk tipografi, susunan bahasa, dan susunan teks dapat menggambarkan isi teks (puisi) itu” (Hartono, 1984: 46). Oleh karena itu, bentuk tipografi, susunan bahasa, dan susunan teks dalam sebuah puisi merupakan tanda berupa ikon.
  • Indeks adalah suatu tanda yang mempunyai kaitan kausal dengan apa yang diwakilinya. Contohnya dalam ramalan cuaca arah angin merupakan tanda keadaan cuaca. 
  • Symbol merupakan tanda yang memperlihatkan hubungan antara penanda (kode) dengan apa yang ditandai, tidak bersifat alami tetapi merupakan kesepakatan bersama (Hartono, 1984: 46). Dalam puisi bahasa merupakan kesepakatan konvensional.
Dalam perspektif semiotik, puisi tidak lahir begitu saja, tetapi ditopang oleh sejumlah konteks (situasi, budaya, dan ideologi). Teew (dalam Ambarita, 2009: 37) mengatakan bahwa “ karya sastra tidak ditulis dalam kekosongan budaya”. Dalam hal ini puisi lahir dengan sejumlah latarbelakang kultura, dalam latar belakang sejarah sastra yang panjang, dan dalam latar belakang social budaya yang luas dan kompleks. Karena itulah sebuah puisi menurut Pradopo (1987: 254) dipersiapkan oleh masyarakat dan kekuatan- kekuatan yang ada pada zamannya. Bahasa yang difungsikan dalam merealisasikan makna puisi dalam konteks (budaya, situasi, dan ideologi) seperti itulah yang selanjutnya disebut sebagai wacana puisi. Itu berarti, dalam perspektif semiotik, puisi adalah sebuah bahasa yang fungsional dalam konteks tertentu hubungan antara bahasa, arti, dan konteks selanjutnya dikenal sebagai sistem semiotik. 

Dalam kajian puisi dengan pendekatan semiotik, sistem tanda (bahasa) harus dianalisis dalam kaitannya dengan situasi, budaya dan ideologi yang menjadi latar belakang pemakaian bahasa itu. Selanjutnya arti (makna) puisi harus diperoleh melalui sintesis antara bahasa dan konteks yang melatarbelakanginya. Dengan demikian, dalam kajian semiotik bahasa, arti, dan konteks harus dipandang sebagai sebuah sistem yang membangun sebuah makna (puisi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar