Selasa, 09 Agustus 2016

Resum buku sosiolinguistik bab 3

  Pada blog yang lalu saya telah menguraikan tentang resume buku sosiolinguistik karangan Abdul Chaer dan Auguste Loni,  Buku yang mana menjad pedoman untuk pembelajaran Ilmu Sosiolinguistik. Nah, sahabat. sekarang inilah hasil resume yang selanjutnya . Yaitu bab 3 Sosiolinguistik. Silakan disimak baik-baik ya sahabatt...
 
 
BAB 3 BAHASA DAN MASYARAKAT
 
Bahasa hidup dalam lingkungan masyarakat sebagai alat komunikasi. Demikikan pula bahasa yang hidup dalam masyarakat mempunyia ragam yang berbeda, dan tentunya bahasa manusia mempunyia keistimewaan-keistimewaan yang telah kita kaji.
 
Bahasa dalam masyakat itu sendiri sebagai tutur. Namun disini harus kita kaji bahasa dan tutur. Menurut Ferdinand de Saussure (1916) membedakan antara yang disebut langage, langue, dan parole. Langagedapat di padankan dengan istilah bahasa, digunakan untuk menyebut bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal. Langage bersifat abstrak. Langue. Langue  merupakan sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi sesamanaya. Jadi langue mengacu pada sebuah sistem lambang bunyi tertentu yang digunakan oleh sekelompok anggota tertentu. Langue  juga bersifat abstrak, sebab langage maupun langue adalah sistem pola, keturunan, atau kaidah yang ada atau dimiliki manusia tetapi tidak nyata-nyata digunakan. Sedangkan parole bersifat konkret, karena parole merupakan pelaksanaan dari langue dalam bentuk ujaran atau tuturan yang dilakukan oleh para anggota masyarakat di dalam berinteraksi dan berkomuniasi sesamanya.
 
Sebagai langage bahasa itu bersifat universal, sebab dia adalah satu sistem lambang bunyi yang digunakan manusia pada umumnya, bukan pada tempat tertentu. Tetapi sebagai langue meskipun bahasa itu memiliki ciri ke unversalan, tapi terbatas pada masyarakat tertentu. Suatu masyarakat tertentu memang agak sukar rumusannya; namun adanya ciri, saling mengerti (mutual intelligible)
 
Kemampuan seseorang dalam berkomunikasi tentunya hasil dari interpretasi dan pengaruh lingkungan. Paling tidak ia mampu menguasai bahasa ibu sebagai bahawa warisan dari keluarga. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam berbahasa, hingga akhirnya seorang dalam berbahasa dengan lebih dari satu bahasa di sebut dengan istilah verbal reportoir.
 
Verbal reporteir memiliki dua macam yaitu yang dimiliki setiap penutur secara individual, dan yang merupakan milik masyarakat tutur secara keseluruhan. Pertama mengacu pada alat-alat verbal yang dikuasai oleh seorang penutur, termasuk kemampuan untuk memilih norma-norma sosial bahasa sesuai dengan situasi dan fungsinya. Kedua mengacu pada keseluruhan alat-alat verbal yang dalam suatu masyarakat beserta norma-norma untuk memilih variasi yang sesua dengan konteks sosialnya.
 
Kajian bahasa yang mempelajari penggunaan bahasa sebagai sistem interaksi verbal diantara penuturnya dalam masyarakat disebut sosiolinguistik mikri . sedangkan kajian mengenai penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan ciri-ciri linguistik dalam masyarakat di sebut sosiolinguistik makro(Appel 1976: 22). 
 
Verbal repertoir setiap penutur ditentukan oleh masyarakat dimana ia berada; sedangkan verbal repertoir suatu masyarakat tutur terjadi dari himpunan tutur terjadi dari himpunan verbal repertoir semua penutur di dalam masyarakat.
 
Kalau suatu masyarakat mempunyai verbal reporteir yang relatif sama serta mereka mempunyi penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu, maka dapat dikatakan masyarakat itu adalah masyarakat tutur. Kata masyarakat itu kiranya digunakan sama dalam penggunaan “masyarakat desa,””masyarakat kota, “”masyarakat Jawa Barat,””masyarakat Eropa,”dan hanya menyangkut sejumlah kecil seperti “masyarakat pendidikan”, atau “masyarakat linguistik Indonesia.”
 
Dilihat dari sempit dan luas verbal repertoirnya, dapat dibedakan adanya dua macam masyarakat tutur:
  • 1.      Masyarakat tutur yang repertoirnya pemakaiannya lebih luas, danmenunjukan verbal repertoirnya setiap penutur lebih luas pula.
  • 2.      Masyarakat tutur yang sebagian anggotanya mempunyai pengalaman sehari-hari dan aspirasi yang sama, dan menunjukan pemakaian wilayah linguistik yang lebih sempit, termasuk juga perbedaan pariasinya.
Oleh karena itu lahirlah tingkatan bahasa dalam tatanan sosial. Seperti kita analisis dalam kasus kebangsawanan masyarakat tutur bahasa jawa. Kuntjaraningrat (1967:245) membagi masyaratk jawa atas empat tingkat:
  • 1.      Wong cilik
  • 2.      Wong sudagar
  • 3.      Priyayi
  • 4.      Ndara
Tentu penggunaan bahasa dari keempat kelas itu berbeda. Perbedaan tingkatan bahasa di Jawa di bedakan menjadi dua: 1. Krama (tingkat tinggi) 2. Ngoko (tingkat rendah). Contoh kromo, “sampean ajeng teng pundi”. Contoh ngoko “kowe arep menyang endi.”


Semoga hasil postingan ini bermanfaat untuk sahabat-sahabat semua yaa.. Aamiiin.. ^_^
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar