Pada blog yang lalu saya telah menguraikan tentang resume buku sosiolinguistik karangan Abdul Chaer dan Auguste Loni, Buku yang mana menjad pedoman untuk pembelajaran Ilmu Sosiolinguistik. Nah, sahabat. sekarang inilah hasil resume yang selanjutnya . Yaitu bab 3 Sosiolinguistik. Silakan disimak baik-baik ya sahabatt...
BAB 3 BAHASA DAN MASYARAKAT
Bahasa
hidup dalam lingkungan masyarakat sebagai alat komunikasi. Demikikan
pula bahasa yang hidup dalam masyarakat mempunyia ragam yang berbeda,
dan tentunya bahasa manusia mempunyia keistimewaan-keistimewaan yang
telah kita kaji.
Bahasa
dalam masyakat itu sendiri sebagai tutur. Namun disini harus kita kaji
bahasa dan tutur. Menurut Ferdinand de Saussure (1916) membedakan antara
yang disebut langage, langue, dan parole. Langagedapat
di padankan dengan istilah bahasa, digunakan untuk menyebut bahasa
sebagai sistem lambang bunyi yang digunakan manusia untuk berkomunikasi
dan berinteraksi secara verbal. Langage bersifat abstrak. Langue. Langue merupakan
sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok anggota
masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi sesamanaya.
Jadi langue mengacu pada sebuah sistem lambang bunyi tertentu yang digunakan oleh sekelompok anggota tertentu. Langue juga bersifat abstrak, sebab langage maupun langue adalah sistem pola, keturunan, atau kaidah yang ada atau dimiliki manusia tetapi tidak nyata-nyata digunakan. Sedangkan parole bersifat konkret, karena parole merupakan pelaksanaan dari langue dalam bentuk ujaran atau tuturan yang dilakukan oleh para anggota masyarakat di dalam berinteraksi dan berkomuniasi sesamanya.
Sebagai langage
bahasa itu bersifat universal, sebab dia adalah satu sistem lambang
bunyi yang digunakan manusia pada umumnya, bukan pada tempat tertentu.
Tetapi sebagai langue meskipun bahasa itu memiliki ciri ke
unversalan, tapi terbatas pada masyarakat tertentu. Suatu masyarakat
tertentu memang agak sukar rumusannya; namun adanya ciri, saling
mengerti (mutual intelligible)
Kemampuan
seseorang dalam berkomunikasi tentunya hasil dari interpretasi dan
pengaruh lingkungan. Paling tidak ia mampu menguasai bahasa ibu sebagai
bahawa warisan dari keluarga. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang
dalam berbahasa, hingga akhirnya seorang dalam berbahasa dengan lebih
dari satu bahasa di sebut dengan istilah verbal reportoir.
Verbal
reporteir memiliki dua macam yaitu yang dimiliki setiap penutur secara
individual, dan yang merupakan milik masyarakat tutur secara
keseluruhan. Pertama mengacu pada alat-alat verbal yang dikuasai oleh
seorang penutur, termasuk kemampuan untuk memilih norma-norma sosial
bahasa sesuai dengan situasi dan fungsinya. Kedua mengacu pada
keseluruhan alat-alat verbal yang dalam suatu masyarakat beserta
norma-norma untuk memilih variasi yang sesua dengan konteks sosialnya.
Kajian bahasa yang mempelajari penggunaan bahasa sebagai sistem interaksi verbal diantara penuturnya dalam masyarakat disebut sosiolinguistik mikri . sedangkan kajian mengenai penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan ciri-ciri linguistik dalam masyarakat di sebut sosiolinguistik makro(Appel
1976: 22).
Verbal repertoir setiap penutur ditentukan oleh masyarakat
dimana ia berada; sedangkan verbal repertoir suatu masyarakat tutur
terjadi dari himpunan tutur terjadi dari himpunan verbal repertoir semua
penutur di dalam masyarakat.
Kalau
suatu masyarakat mempunyai verbal reporteir yang relatif sama serta
mereka mempunyi penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian
bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu, maka dapat dikatakan
masyarakat itu adalah masyarakat tutur. Kata masyarakat itu
kiranya digunakan sama dalam penggunaan “masyarakat desa,””masyarakat
kota, “”masyarakat Jawa Barat,””masyarakat Eropa,”dan hanya menyangkut
sejumlah kecil seperti “masyarakat pendidikan”, atau “masyarakat
linguistik Indonesia.”
Dilihat dari sempit dan luas verbal repertoirnya, dapat dibedakan adanya dua macam masyarakat tutur:
- 1. Masyarakat tutur yang repertoirnya pemakaiannya lebih luas, danmenunjukan verbal repertoirnya setiap penutur lebih luas pula.
- 2. Masyarakat tutur yang sebagian anggotanya mempunyai pengalaman sehari-hari dan aspirasi yang sama, dan menunjukan pemakaian wilayah linguistik yang lebih sempit, termasuk juga perbedaan pariasinya.
Oleh
karena itu lahirlah tingkatan bahasa dalam tatanan sosial. Seperti kita
analisis dalam kasus kebangsawanan masyarakat tutur bahasa jawa.
Kuntjaraningrat (1967:245) membagi masyaratk jawa atas empat tingkat:
- 1. Wong cilik
- 2. Wong sudagar
- 3. Priyayi
- 4. Ndara
Tentu
penggunaan bahasa dari keempat kelas itu berbeda. Perbedaan tingkatan
bahasa di Jawa di bedakan menjadi dua: 1. Krama (tingkat tinggi) 2.
Ngoko (tingkat rendah). Contoh kromo, “sampean ajeng teng pundi”. Contoh
ngoko “kowe arep menyang endi.”
Semoga hasil postingan ini bermanfaat untuk sahabat-sahabat semua yaa.. Aamiiin.. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar